Bapak.
Tentang perjalanannya..
sepertinya aku paham apa yang ada dalam benak bapak selama ini, hidup[ adalah soal memberi dan memberi. mudah sekali ditebak, karena hal itu juga ada dalam benakku.
bahkan aku sampai menebak, apa keinginan terbesar bapak dalam hidup? barangkali bisa kuwujudkan saat ini.
sebenarnya, kesadaran itu tidak terlintas begitu saja. Ada cerita bapak yang membuatku sampai di titik itu. Apa yang bisa kuwujudkan untuk bapak?
investasi orang tua, ungkapannya. nyatanya aku mencari definisi dari diriku sendiri. asal anaknya bahagia dan tercukupi, sepertinya keinginan bapak terpenuhi.
naik gunung. hobi yang entah tiba-tiba kudapatkan, dari latar belakang lingkungan yang agamis. memang heran, tapi tidak ada paksaan dan dorongan apapun dan dari siapapun ketika aku memilihnya. kesamaan hobi dnegan bapak, baru kusadari ketika aku sudah sekian kali menyapa puncak. hingga akhirnya bapak berkata, dulu kesempatan itu terkubur oleh biaya yang tidak cukup, ambisi menapaki puncak tertinggi di jawa itu tertelan ketika melihat adik-adiknya perlu makan, keegoisannya memudar dan yang tersisa hanyalah kenangan dan cerita masa-masa kejayaannya ketika menapaki gunung lain disekitarnya.
kuliah. jalan hidup yang dengan tepatnya digariskan untukku, melalui hal-hal yang bapak lalui. informasi kampus dari tempat bapak kerja, yang bahkan aku tidak mengerti jenis pekerjaan apa yang selama ini bapak lakukan dengan dokumen setumpuk, buku-buku, juga tidak jarang dengan kalkulator, dan yang paling sering adalah “ke lapangan dulu ya”. sejujurnya aku bisa bertanya, tapi yang diperkenalkan padaku hanyalah “tulis saja wirasawasta” ketika aku bertanya untuk data siswa di sekolah. nyatanya, kuliah itu membawaku pada tempat-tempat lain yang insyaAllah diberkahi. tempat yang entah nanti aku akan sampai pada titik mana lagi, entah dengan jalan apa lagi, dan entah dengan cerita apa lagi. tapi aku tahu, yang kutemukan adalah kasih sayangNya. dari awal kuterimapun, bukankah hanya ingin mendapatkan ridho mereka berdua? bukankah pilihanku hanya satu?
tapi entah, setelah beberapa hal terlalui, nyatanya binar air mata bahagia yang terpancar itu mengubur keinginanku mengamati gedung-gedung. menghilangkan binar-binar tata ruang dan dekorasi cantik yang selama ini aku inginkan. mengalihkan kemauanku untuk membangun negeri ini dengan menjadi arsitek. ah, iya. mengalihkan. nyatanya, cita-cita itu masih ada. bahkan sangat memukau ketika pada akhirnya mataku disuguhkan banyak sekali bangunan luar biasa di ibukota, juga dengan tata ruang dan dekorasi yang tidak terbilang. bahkan, aku sungguh terharu ketika pada akhirnya kupahami bahwa mimpiku tidak Allah padamkan, justru Allah beri jalan yang benar-benar mudah untuk menggapainya.
bukankah empat tahun yang lalu, kau tulis dengan yakin bahwa dirimu ingin mengabdi ke pelosok negeri? melihat kehidupan yang orang lain jauhi, menyentuh sisi terdalam negeri ini, mengamati dan menemukan peranmu untuk membangun dan menggerakkan setelah lewat tanganmulah kebaikan-kebaikan teralirkan. bukankah seperti itu? bahkan doamu tentang ingin pekerjaan yang ilmunya kamu pahami dengan benar, itu juga Allah wujudkan? lantas, apa yang kau risaukan kini? kau sedang menuju mimpimu! perjalananmu! bapak, mamah, mbah, enin, engking, mungkin berat melepas, tapi itu semua tidak masalah karena kau akan kembali.
tentang bapak dan perjalanannya, akan kulanjutkan. akan kubawa nilai-nilai yang bapak berikan, lalu kulangkahkan kaki lebih jauh lagi, lebih lebar lagi.
dan semoga semua kebaikannya mengalir untuknya.