Belajar Menggenggam

Invisible Adventure
3 min readFeb 6, 2021

--

Gunung pertama yang kupijak adalah gunung yang bahkan tingginya tidak lebih dari 1000 mdpl. Kami bersepakat untuk mengadakan project kami disana. Kebetulan gunung itu dekat rumahku, jadilah rumahku itu berfungsi sebagai basecamp kami. Aku saja baru tahu, di sekitar rumahku ada gunung yang mudah dijangkau seperti itu. Aku sungguh tidak menyadari. Seperti tidak memahami kondisi seperti apa yang sedang kumasuki. Memahami apa yang sedang ada dalam genggaman.

Aku asing, sungguh asing. Terakhir mengunjungi alam hanya ketika kegiatan SMA yang itu pun tidak akan membuat keringat bercucuran. Tetapi kali ini, di depan undakan tanah yang tinggi ini, sepertinya aku akan memulainya. Menggenggam apa yang sudah ada di tangan. Menerima dengan sadar apa yang sudah ada dalam genggaman.

Kalimat yang kuingat hanyalah, “Memulai hal baru tidak ada salahnya. menuai kebaikan di mana saja, semoga berkah. Semoga bisa menjadi pelita seindah senja”. Hanya itu, hanya itu saja kalimat yang kukatakan pada diriku sendiri untuk menguatkan kala itu. Seakan semesta membuat langkah kakiku dengan mudahnya menapaki gunung pertama itu, yang cepat atau lambat akan membawaku pada tanah-tanah lain yang kupijak.

Maka demi itu semua, kujalani apa yang ada di hadapanku kini. Belajar apapun, memahami apapun. Membuka mata, hati dan telinga untuk mengerti lebih jauh dari yang bisa dimengerti. Dan seakan semesta ikut membantuku di setiap langkahnya, aku sampai pada satu per satu anak tangga pemahaman. Membuatku mengerti tentang manusia, tentang alam, tentang dunia ini, tentang diri sendiri.

Kamu tahu? Dalam perjalanan itu, aku tidak mengerti apa peranku diantara mereka. Satu-satunya hal yang terngiang adalah pernyataan bahwa jika aku berjalan lambat di perjalanan, maka aku akan menjadi beban. Jika aku tidak berusaha untuk bisa, maka aku akan menambah tugas orang-orang disekitarku. Jika aku tidak mencoba menggerakkan diri sendiri, maka tidak akan ada yang mampu menggerakkanku. Tetapi perlahan aku mengerti, memang seperti itulah alurnya. Merasa tidak bisa dan tidak memiliki keahlian apapun, hingga rasanya aku bersedia belajar apapun agar aku mampu mengimbangi mereka, membuatku bergerak dan bergerak dari sisi manapun yang bisa dipelajari dan bisa dimaksimalkan.

Aku sungguh masih ingat, dalam trek panjang itu, betapa hatiku meronta ingin berhenti berlari. Lelah sekali dan aku merasa tidak ingin melanjutkan. Tapi kalimat temanku lebih membuatku tertampar. “Selagi belum sakit, selagi masih bisa digerakkan, aku tidak akan berhenti. Yang menghentikan kita itu justru pikiran kita sendiri!” Dan lalu aku terdiam. Nyatanya, keluh lebih banyak daripada letih yang dirasa. Lalu kamu tahu? Ketika aku mencoba untuk tidak berhenti, rasanya seperti aku tidak akan berhenti. Jalur itu sangat nyaman untuk dilalui dengan berlari. Jalan yang berliku, turunan yang berbatu, seakan mengatakan padaku bahwa aku hanya perlu fokus dan percaya bahwa batu itu aman untuk kupijak dan aku tidak akan terjatuh. Lalu tiba-tiba aku sudah sampai di kaki gunung! Betapa mengagumkan efek dari sebuah pikiran.

Banyak sekali yang kupelajari, kulalui. Gunung pertama itu menjadi awal untuk mulai menerima tantangan dan kondisi yang sudah ada dihadapanku, lalu menggenggamnya erat. Hingga empat tahun berlalu, bahkan genggaman itu semakin menghangatkan. Genggaman itu semakin pas pada bentuk tanganku. Hingga aku sadar, ternyata adalah sebuah kesalahan jika tanganku ini menggenggamnya terlalu erat. Apa yang kugenggam ini tidak diciptakan untuk selamanya terbentuk pada tanganku. Hingga pada akhirnya, tepat tanggal 6 bulan 2 itu aku menyadari bahwa sesuatu yang selama ini dalam genggamanku sungguh luar biasa. Hingga pada akhirnya, aku memahami bahwa sesulit itu melepas sesuatu yang sudah ada dalam genggaman.

Tapi kita tahu, untuk menerima sesuatu yang baru, kadang kita hanya perlu melepas. Mengikuti takdir akan membawa kemana. Dan kita juga tahu, sesuatu yang kita genggam itu tidak akan pernah hilang.

#30DWCJilid28
#Day6

--

--

Invisible Adventure
Invisible Adventure

Written by Invisible Adventure

0 Followers

read more, know more

No responses yet