Berjalan Bersamanya
Dan lalu seperti itulah kehidupan berjalan. Pada hari kerja, tiga diantara lima hari kulalui dengan terburu-buru. Selepas shalat segera bersiap dan mencari tempat nyaman untuk duduk dan menyimak google meet, pertemuan dengan sosok-sosok qurani. Lalu weekend pun demikian. Sabtu dan ahad, subuh buta motorku sudah membelah sepinya jalan, entah hujan entah terkunci pintu kantor, entah tatapan heran penghuni masjid, banyak sekali. Entah dalam perjalanan, bahkan aku meet di Sabang dan Banda Aceh waktu itu. Dan lama lama aku terbiasa. Aku bangun lebih cepat, bersiap lebih cepat. Kulalui hariku dengan interaksi yang hangat, interaksi dengan quran dan sosok-sosok qurani. Yang kukeluhkan dan masih tidak bisa kuterima adalah sinyal. Membuatku mengunjungi banyak masjid, membuatku melihat banyak hal di pagi buta, menemukan wajah-wajah dalam masjid yang menjadi tidak asing saking aku berkunjung secara konstan, mencari sinyal.
dan ya.. inilah sosok-sosok qurani itu. perjalanan kami mungkin berbeda. jalan perjuangan kami juga. tapi kami diikat dengan qur’an. aku.. bangga sekali menjadi satu diantara mereka. beberapa moment kudapati diriku sangat malu berada ditengah mereka, bisa bisanya digabungkan dan dipertemukan dengan orang-orang hebat ini. Aku memeluk kenyataan ini dengan tangan selapang-lapangnya. Tidak apa berlelah-lelah, aku mendapatkan hal yang memang harus dibayar dengan perjuangan. Setidaknya itu kesimpulanku setelah kugaungkan padaNya tentang maksud dari semua kesulitan ini. Seakan menghambat, padahal ternyata mengukuhkan. Aku bahkan menjalani delapan pekan pertemuan itu dengan ‘semangat’ yang tidak habis. Seperti ingin mengalahkan sesuatu, seperti ingin menyiapkan diri lebih baik dari pekan sebelumnya.
Hingga akhirnya kutemukan jawabannya.
Channel youtub simpel dan sederhana, tapi jadi jalan buat aku nemu jawaban. Mungkin aku dikasih susah sinyal sebagai medan perjuangan agar aku tidak berhenti bergerak. Tidak berhenti berharap. Tidak mati semangatnya. Itu semua membuatku menjalaninya dengan kesadaran dan perjuangan, ngga ada celah untuk melalaikan. Ah, entahlah tapi rasanya sungguh pas. Beratnya perjuangan, menjadikan kita menerima dengan sangat bahagia sesuatu yang akan kita dapatkan diakhir perjuangan itu. Semanis apa yang akan didapat? Bagaimana rasanya hingga seletih ini menjalaninya? Aku tergugu.
Dan lalu delapan pekan terlewati, kini sudah masuk bulan Januari. Kulalui ayat demi ayat hingga sampai ke ayat 98 di surah ke 19 itu. Sangat berkesan, seluruh ayat seperti terbawa hati dan perasaan. terlebih pada ayat “wastobir liibadatih”, rasanya seperti mengelus punggung dan kepalaku dengan penuh kelembutan, membasuh kelelahan dan membangun keyakinan bahwa Allah tengah tersenyum melihatku. Bayangkan saja, dirimu ingin menyelesaikan peluh dan lelah ini tetapi jawabannya adalah bersabarlah dengan kesabaran yang luar biasa. Lanjutkan, sudah benar jalanmu:”)
Ujian havalan menjadi pertemuanku dengan salah satu bidadari yang cantik sekali, namanya kak Patimah. Dan aku bersyukur pemilihan penguji yang random itu membuat nomorku disimpan kak Patimah. Melihat wajahnya mengingatkanku dengan Bandung. Dan ya.. detail sekali guru tahsin itu meneliti havalanku, menguliti sedikit saja aku sudah bingung. Dalam tenang, kurasakan aku berpikir dan mengingat. Ujian teori kulalui juga dengan perjuangan. Ku print catatan teman, kukumpulkan catatan pribadi, kupinjam buku tafsir, kubawa kemana aku pergi. Ini seperti ujian akhir semester rasanya, sudah lama tidak melakukannya. Lalu kukendarai motorku dan kulajukan pada sebuah cafe di malam terakhir pengisian ujian. Berhenti disana, mengerjakan dengan khidmat. Akhirnya kuselesaikan 50 soal itu dan kulihat nilainya. Bangga. Aku merasa ingin berterimakasih pada diriku sudah melaluinya. Tidak menyiakan ilmu dan kenikmatannya.
Dan hari ini tanggal 27, tiga hari lagi tanggal 30. Wisuda. Entah seperti apa. yang kutakutkan adalah perpisahan dengan sosok-sosok qurani itu. Apakah hatiku akan tetap terikat dalam bening cahaya qur’an, hingga ikatan persaudaraan tetap terjalin? Apakah aku bisa menemukan kehangatan di tempat lain? Banyak sekali pertemuan yang harus kusyukuri. Entah pekan keberapa, mulai kucatat nama-nama itu. Kusave satu persatu nomornya, ku follow ig nya. Hanya ingin melibatkan diri dalam salah satu bagian dalam hidupnya, dan berharap bisa mendapatkan secercah ilmu dari kegiatan sehari-hari yang mereka berikan di sosial medianya. Itu saja. Aku beruntung menjadi satu dari sekian orang yang bertemu mereka, berpikir dan belajar bersama mereka. Orang yang semula asing, menjadi dekat tanpa banyak obrolan. Setidaknya begitu, meskipun tidak terlalu terasa kedekatannya. Kuhargai itu karena tidak semua orang mampu bounding dengan cepat, mereka punya dunia masing-masing. Aku tetap bersyukur diberi sedikit waktu mengenal mereka. Kuusahakan untuk tetap merespon dan hadir, tapi apa daya akupun tidak membangun kedekatan yang lebih, hanya beberapa orang yang hingga saat ini amat kusayang : Ka safna. Ka Bella juga, sangat perhatian. Ka Oca, sangat asik. Ka Novi, ah ya bahkan ka novi menceritakan sesuatu yang katanya baru aku yang tahu! bagaimana bisa dia sepercaya itu haha. Suatu sore kutanyakan padanya bagaimana kabarnya, kabar havalannya, dan lalu berceritalah ia tentang pecah fokusnya akhir2 ini karena tengah mempersiapkan akad. MasyaAllah.. bahkan dia yang terlucu diantara kami dan dia akan akad! Dari Ka Rahma bahkan aku bisa belajar banyak, juga bahasannya menghubungkan aku dengan seseorang yang mengalami hal serupa di kantor. Penyakit Anexiety. Juga Haniya, adik yang berisik dan asik, terbuka. Dia bilang dia anak kader tulen sejak zigot, dan lalu pembicaraan kami mengalir sangat lancar diseputar itu : organisasi, kader,lalala. Bahkan meluas ke anak ayam, kecantikan, depresi, lain-lain. Aku bahkan lebih mengenalnya daripada ka elfirda, kakak satu kampusku sendiri.
Sampai titik ini, aku tersenyum menjalaninya. Bukankah banyak sekali yang telah terjadi?