Gunung dan Laut, tak punya rasa
Hampir hampir ku lepaskan perasaanku saat itu. Setelah berulang kali kutolak kesadaran bahwa aku semakin menjauh dari tempat Fachrul turun tadi. Menyadari benar benar sendiri. Au benar benar melakukan perjalanan sendiri selama 3 jam dari total puluhan jam dari titik pertama aku bertolak.
Saat itu didepan mataku tersaji jalanan berkelok disamping hamparan laut yang luas. Kali ini, laut itu sungguh jauh dari ujung. Itu laut barat indonesia, bersentuhan langsung dengan samudera Hindia. “Bagus rul”, kataku. “Iya, tapi ada takut”, katanya. “Iya sih”, lalu obrolan berhenti. Dia tidak balik bertanya saat itu.
Sesaat sebelum dia turun, sejujurnya aku ragu untuk memberikan kado titipan itu. Kado itu sudah lama sekali dala lemari ku, beralamatkan padanya dari seseorang yang pernah menjadi masa lalunya yang entah bagaimana kebetulan nya bersinggungan denganku. Perempuan itu baik dan manis, tetapi aku entahlah, sebagai temannya, aku tidak setuju.
“Ini punya kamu, bukan hak aku nyimpen, terserah mau diapain” kukatakan sembari kuberikan padanya.
“Dari siapa ci?”
“Ya siapa lagi..”(Aku cukup serius mengatakan lewat tatap mata, seakan akan ingin kukatakan masa iya tidak tahu)
“Hhh”, Fachrul tertawa sedikit.
“Bukan buat kamu aja ko, yg lain juga dapat”, tambah ku.
Akhirnya aku lega, lega sekali setelah kado itu dia pegang ketika turun.
Dan lalu, jalanan itu kini membuatku mual. Baru terasa mual. Tapi birunya laut di kananku itu benar benar tidak bisa membuat mataku berpaling. Juga hijaunya bukit di kiri jalan yang menghampar dengan lebat.
Travel itu sempat berhenti di jalan kelok untuk sarapan. Aku keluar, kuhirup udara pagi aceh selatan, dalam keadaan sendirian, benar benar sendirian. Sisa perjalanan kuisi dengan mengingatNya.
Benar benar tidak mengerti dengan jalan ceritaNya. Membuatku terjaga hingga sejauh ini. Melepas dua orang teman dekat dalam waktu yang relatif hampir bersamaan, sekaligus membuat semuanya lebih mudah dilalui setelah mereka dihadirkan.
Aku masih merasa ada sesuatu yang Allah ingin sampaikan padaku tentang semua ini..
Tentang fahrul yang ada di kabupaten sebelah, tentang abit yang ada di provinsi.
Tentang gunung dan laut yang membuat kami berpisah dan bertemu.
Tentang semua rasa yang tersimpan dalam. Sedalam tatapan mata melambaikan kepergian.
Aku kira tidak aka sesulit ini melihat mereka pergi. Nyatanya tidak. Nyatanya aku menangis tergugu.