Guru Taman Kanak Kanak
Entah apa yang spesial pada sosoknya, tetapi aku tidak pernah lupa. Aku tidak pernah bisa mengganti posisi beliau dalam hidupku, bahkan dengan ibuku sekalipun. Mereka punya porsinya.
Guru tk ku, cantik dan manis. Berkerudung panjang, selalu tersenyum, memanggilku dengan nama kesayangan dan selalu mengapresiasiku, membuatku merasa spesial. Beliau juga pandai mengaji, karena sore harinya kutemui pula beliau di taman pendidikan Al-Qur’an untuk anak di sekitar rumahku.
Guru tk ku sangat rapih dan tulisannya bagus.Setidaknya itu yang teringat dalam kepalaku, ketika kulihat tulisannya yang selalu bersisian dengan nilai A serta simpul senyum pada lembar tugas menulisku. Aku selalu bersemangat ketika waktu mengumpulkan tugas tiba, namaku dipanggil dan aku melihat ibu memeriksa tugasku. Aku sepertinya saat itu sama sekali tidak memperhatikan apakah tugasku benar atau salah, atau hal lain yang ibu guru katakan, karena saat itu aku hanya fokus pada pulpen lancip yang ibu guru pakai. Aku tidak mengerti, pulpen itu berbentuk pensil tetapi ibu guru menjelaskan bahwa itu pulpen. Penjelasan itu terjawab ketika aku memberanikan diri bertanya, dan selanjutnya ibu guru menambahkan, bahwa suatu saat nanti suci boleh pakai pulpen, tapi tidak sekarang.
Guru tk ku sangat penyayang. Beliau memperhatikan anak muridnya satu persatu. Setiap aku mencium tangannya untuk pamit pulang, beliau selalu memujiku karena ketika aku mencium tangannya, ternyata terdengar suara dari bibirku, dan katanya itu lucu-meskipun pastinya aku tidak tertawa saat itu.
Saat itu waktunya pulang, tetapi aku hendak buang air. Maka jadilah aku dan temanku ke kamar mandi samping ruang guru. Temanku terlebih dahulu, lalu kemudian aku. Kukunci pintu hijau itu lalu setelah semuanya selesai, kubuka pintu itu. Namun, pintunya sulit sekali dibuka. Aku saat itu takut, sungguh takut. Aku meminta temanku untuk tidak kemana-mana. Selotan pintu itu entah bagaimana rasanya keras sekali digeser. Akhirnya aku menangis, dan sepertinya itu tangisan pertamaku di sekolah. Aku masih tidak mengerti, tetapi tangisanku tidak keluar seperti merengek anak tk , ia hanya sengguk-sengguk saja seperti tertahan.
Lalu akhirnya kudengar suara guru tk ku itu, entah apa yang dia ucapkan tapi ketika suaranya muncul, barulah aku menangis sejadi jadinya. Terlebih ketika pintu itu berhasil dibuka, aku bersegera keluar dan memeluknya. Setelahnya aku lupa apa yang terjadi, tetapi sejak saat itu aku merasa memiliki sosok yang selalu menjagaku. Meskipun sosok itu kubagi dengan teman-teman satu kelasku.
Beberapa tahun kemudian, aku sudah dibanjiri tugas-tugas dan ulangan. Ditengah hari-hari bahagia itu, kabar duka datang. Nenekku berkata, Ibu Guru meninggal. Padahal yang kutahu, ibu guru baru saja menikah dengan bapak guru di kelas mengaji sore dan mereka memiliki anak kecil yang pipinya kemerahan. Aku saat itu tidak mengerti mengapa Allah memanggil ibu guru cepat-cepat, barangkali karena Allah sayang dan ingin segera bertemu. Sepertinya aku merasa kehilangan, tetapi sejak saat itu aku mulai mematri sosok guru tk ku itu dalam dalam. Dan mulai menata diri untuk menjadi sepertinya, tanpa kusadari.
Sejak aku ditanya ingin menjadi apa, jelaslah dahulu ingin menjadi arsitek. Tetapi, ada satu hal yang tidak pernah hilang dari ingatan. Satu niat yang entahlah apakah nanti ada jalannya atau tidak, atau bahkan sudah kujalani sebelumnya. Aku ingin menjadi guru tk. Bagiku, itu bukan profesi yang murah dan kelas bawah. Bagiku, guru tk adalah sosok yang menyaipakn seseorang untuk membangun peradaban.