Juru Bicara

Invisible Adventure
3 min readMar 19, 2021

--

di Magelang

“Aku ngga ikut rapat ya, aku mau pergi hari itu.”

“Loh gaboleh.”

Jawaban itu membuat langkahku terhenti. Dua agenda yang bertubrukan membuatku harus memilih, meskipun sejak awal aku sudah memantapkan pilihan. Kulontarkan pertanyaan itu hanya untuk mengecek keterikatan. Tapi jawaban yang diberikan oleh ketua saat itu membuatku terhenyak.

“Gak kuizinin.. Nanti siapa yang menyuarakan pendapat teman-teman perempuan lain?”.

Lama kucerna, akhirnya aku paham. Oh iya, teman-teman perempuanku dominan penurut dan menerima argumen dalam rapat. Sangat sedikit keinginan untuk menginterupsi, tetapi jika ada yang tidak sesuai dengan keinginan, biasanya perempuan akan membicarakan dalam forum kecil dan kemudian menunjuk satu orang untuk menjadi juru bicara.

Seringnya, jarang sekali yang bersedia. Namun, mau tidak mau harus ada yang menanggapi argumen pihak laki-laki. Jadilah dengan bersedia aku pasang badan, menyuarakan isi pikiran dan diskusi para teman-teman perempuan.

Sesekali, teman-teman wanita sungkan dan enggan berbicara karena mempertimbangkan banyak hal. Takut salah bicara, takut terlalu emosional, takut terlalu kasar dan menuntut. Saat itu aku merasa sepertinya itu hanya soal menyampaikan dengan cara dan diksi yang tepat.

Terkadang memang dilema, ketika berada di antara dua argumen dengan dua tipe manusia yang dasar pemikirannya berbeda. Tetapi rapat tidak akan berjalan jika tidak ada yang berani berbicara, jadi yasudah lah.. Aku akhirnya menjadi juru bicara. Dan bahagia sekali aku ketika teman-teman itu berterima kasih padaku karena aku sudah menyampaikan pesan mereka.

Mungkin sebahagia itu perasaan Asma binti Yazid ketika saudari-saudari perempuan memintanya bertanya pada Rasulullah SAW tentang keutamaan yang diberikan kepada kaum laki-laki namun tidak pada kaum perempuan. Asma binti Yazid menyuarakan pertanyaannya dengan berani dan menghadap Rasulullah dengan kejujuran bahwa apa yang ia katakan adalah perwakilan dari perempuan-perempuan di belakangnya. Setelah mendapat jawaban dari Rasulullah SAW, bahagia sekali Asma binti Yazid dan beliau menyampaikan kebahagiaan itu pada saudari-saudarinya.

Tahukah yang ditanyakan Asma binti Yazid pada Rasulullah SAW? Pertanyaan itu sungguh dikagumi. Jika dibanding dengan laki-laki, kaum perempuan merasa terbatas dalam beramal. Disaat kaum laki-laki mendapat keutamaan shalat jumat dan berjihad, kaum perempuan diminta untuk menjaga harta,rumah, anak. Kaum perempuan jaman itu mengkhawatirkan pahala yang mereka dapat dengan amalan mereka. Bukankah keadaannya tidak jauh beda dengan saat ini? Menuntut kesetaraan? Eits, tunggu dulu. Lihat jawaban Rasulullah SAW,

“Kembalilah wahai Asma, dan beritahukanlah kepada para wanita di belakangmu bahwa perlakuan baik mereka kepada suaminya, upaya mencari ridha dan patuh itu semua setimpal dengan seluruh amal yang dikerjakan oleh kaum laki-laki” (HR. Muslim)

Eh.. gimana ya rasanya jadi Asma binti Yazid saat itu? Meleleh bangett
Dijawab dengan jawaban termelegakan. Kita kaum perempuan itu udah dikasih jalan jihad kok, jalan yg pas banget sama bekal yg dikasih ke kita.

Kerennya Asma binti Yazid yang berani menyuarakan itu semakin keren karena yang mereka risaukan adalah tentang amalan. Speak up nya Asma binti Yazid itu karena keimanan yang kuat pada Allah.

Kita juga sama, dikasih potensi bicara sama Allah. Dikasih kemampuan menjadi jembatan kebaikan dengan apa yang sudah diberikan kepada kita. Tinggal kita asah dan kita maksimalkan!

Aku ikut Public Speaking dari The Jannah Institute untuk belajar membentuk jiwa Asma binti Yazid dalam diri! Sebuah kesempatan berbagi ilmu dan latihan membawa diri dalam berbicara yang dilakukan dalam pertemuan-pertemuan setiap pekan. Yuk maksimalkan potensi kita, sebagai bentuk rasa syukur.

--

--

Invisible Adventure
Invisible Adventure

Written by Invisible Adventure

0 Followers

read more, know more

No responses yet