Memang sesulit itu berpura-pura
Kursi Panjang Bandara
Dan lalu aku tersenyum. Entah untukmu, atau memang untukku sendiri.
Malam itu, di bangku panjang ruang tunggu pesawat, kau berkata padaku untuk jangan menjadi orang yang terlalu baik. Aku tidak mengerti, tapi aku senang kau bicara padaku tanpa merasa sungkan, bahkan aku masih merasa kau orang asing tapi kau sudah melarangku menjadi orang yang terlalu baik.
“kita satu pesawat kok”, katamu yang menjawab pertanyaanku naik pesawat jam berapa.
Dan lalu aku mati kata lagi. Hening. Kursi diantara kita berjarak empat sampai lima, tapi aku tidak berani bergerak. Hingga akhirnya kau mendekat dan menitipkan tas untuk sejenak pergi membeli makan. Aku hanya mengangguk, tersenyum.
Aku, seperti biasa, malu-malu tetapi tetap ingin melihatmu. Tetap ingin memperkecil jarak diantara kita. Hingga lorong-lorong itu berubah menjadi kabin-kabin pesawat, kursi-kursi yang berjajar rapi dan kau duduk di salah satunya. Aku duduk, terdiam. Sedikit mengeluh tentang jauhnya jarak dan hilangnya kesempatan berbicara. Tapi aku sangat menikmatinya, sangat. Keberangkatan yang berkesan. Kepulangan yang lebih berkesan.
Kabin Pesawat
Aku duduk di kursiku, sudah nyaman. Lalu sekilas kudengar suaramu, tepat di belakangku. Terhenyak, ingin memastikan tapi tidak berani melirik. Hingga akhirnya kupasang telinga lebar-lebar, menyimak setiap obrolan ringan seseorang di belakangku itu. Benar dirimu. Satu setengah jam tidak terasa, sudah landing. Penumpang bersiap turun, disaat itulah. Disaat orang-orang sibuk berkemas dan mengambil barang mereka, saat orang-orang akan segera memenuhi koridor dan sibuk dengan dirinya, saat itu aku melihat afuwu kesulitan mengambil barangnya di bagasi atas, persis dihadapanku, dan rasanya spontan saja kuulurkan tangan untuk meraihnya dengan lebih leluasa dan membantu afuwu mengambil barangnya, hingga akhirnya barang itu sampai pada tangannya, dan ia bisa lebih cepat berkemas dan berterimakasih padaku lalu mendahuluiku berjalan menyusuri koridor. Aku hanya tersenyum, merasa bahagia. Dan saat itulah, saat semua itu selesai, kubalikkan punggungku menghadap seseorang yang ternyata kamu. Aku.. aku bukan tak tahu ada dirimu disana, mengamati entah sejak kapan, tapi aku belum mau membuka diskusi dan menatapmu, maka kuputuskan untuk berpura-pura tidak melihatmu dan mengambil tas merahku di bagasi atas. Membiarkan tatapan dan senyummu tidak terbalas. Entahlah, berapa lama kau mematung dan melihat gerak-gerikku saat itu. Kerubunan orang memecahkan kekakuan itu dan akhirnya kita turun dari koridor pesawat, berganti menjadi bis perjalanan yang membawa kita ke bandara.
Warung Makan
Aku, memang kadang memilih untuk berpura-pura tidak melihatmu. Seperti saat dirimu dengan sengaja memperhatikan lewat etalase makanan di warung nasi itu. Aku sudah berusaha untuk diam, setidaknya hingga semuanya menjadi seakan-akan natural terjadi. Tapi kamu dengan mudahnya memperlihatkan bahwa dirimu ada disana. Maafkan, bahkan mataku susah payah kutahan agar tidak sedikitpun bergerak dari makanan itu, hanya untuk menutupi senyum yang akan sulit sekali kukendalikan ketika aku menatapmu. Pada akhirnya, aku yang melanjutkan kepura-puraan itu, mengendalikan kondisi seakan-akan baru bertemu denganmu di detik setelah itu, hanya agar waktu yang tersisa untuk bicara semakin sedikit. Ah, kadang kau tidak mengerti itu. Akhirnya kau bicara, akhirnya kau memperpanjang waktu untuk membuatku bertahan di posisiku. Pada akhirnya kupotong pertanyaanmu itu karena sungguh aku tidak sanggup berlama-lama. Kau lawan bicara yang asik, juga menarik. Benar-benar sulit bukan untukku menghentikan pesona seperti itu? Aku bergegas pergi, meninggalkanmu di belakang, dengan senyum yang sangat terkembang, sangat. Dan betapa mengesalkannya ketika motormu justru mendahuluiku, duh! Benar-benar berharap agar senyumku ini bisa kukendalikan saat lagi-lagi nanti bertemu denganmu di persimpangan jalan tempatmu keluar dari gerbang. Dan ya, aku memperlama jalanku hingga kau masuk ke gang, agar kita tidak berpapasan lagi, haha.
Tapi.. sejujurnya aku berharap, semoga aku masih punya kesempatan untuk bertemu denganmu lagi. Aku ingin mengakhiri kepura-puraanku tidak melihatmu, aku ingin melihatmu seutuhnya, merasakan kehadiranmu yang konyol dan lucu. Dan semoga aku tidak melewatkanmu begitu saja.
Waw, menyenangkan sekali mengenalmu. Juga mengenangmu.