Mengikat janji
Penuh. Sesak. Kebingungan. Siang itu kami mengerumuni berbagai stand yang berjajar rapi di samping ruang terbesar se kampus, entah untuk apa. Mahasiswa baru memang begitu, bersemangat akan berbagai hal. Diperlihatkan banyak pilihan, siapa yang tidak kebingungan? Aku sudah lupa siapa saja yang kudatangi dan berbicara padaku, tapi ada satu orang yang sejak saat itu mengikatku lebih jauh, membuatku berjanji di antara keyakinan dan keraguan. Wajah itu, wajah itu cerah sekali dengan senyum mengembang. Senyum kebanggaan. Senyum itu baru kusadari tidak akan kutemukan berbulan-bulan setelahnya, untuk kutemukan lagi setahun dari hari itu dengan senyum yang lebih manis.
Dia membuatku berjanji, di atas keabu-abuanku sendiri. Dan bagiku, janji tetaplah janji. Diucapkan dengan bercanda maupun serius, dia tetap menjadi kata-kata yang keluar dari lisanku. Dan sejak saat itu, kujalani setiap tahapannya.
Kamu tahu arti dibalik kata pasrah? Berpasrah sepasrah pasrahnya. Melepas selepas-lepasnya. Percaya seluruhnya. Jika sudah sepasrah, selepas, dan semaksimal itu, artinya sebelumnya dia sudah melakukannya sampai pada titik terujung usaha yang bisa dia lakukan. Berusaha melakukan semua yang bisa dilakukan sampai tidak bisa melakukan apa apa lagi. Seringnya, kita merasa memang alurnya seperti itu. Berusaha, lalu berpasrah. Tapi di sini, aku menyadari bahwa berpasrah itu tempatnya bukan di akhir. Berpasrah itu sepanjang waktu, di awal, di tengah dan di akhir setiap hal. Berpasrah itu adalah pekerjaan berat yang dilakukan oleh hati, hanya oleh hati. Seluruh perjalanan memperjuangkan jaket PDL hitam itu, pencapaian ketika berhak mengenakannya, juga perjalanan ketika ia menjadi saksi dan membersamai pada banyak tempat yang dikunjungi, adalah sebuah kepasrahan. Mungkin dititik ini masih tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, tapi lakukan sajalah dulu apa yang bisa dilakukan saat ini. Maka setiap awal, setiap tengah pun akhir dari sebuah proses adalah usaha terbaik yang bisa kita persembahkan. Dan kita menjalani prosesnya dengan percaya, bahwa semua akan baik-baik saja. Semua yang diniatkan kebaikan, akan diberi jalan bukan? Pasrah, tawakkal. Usaha, ikhtiar.
Bulan, bintang, matahari, planet di galaksi ini punya lintasan bukan? Kurasa manusia juga sudah dipersiapkan lintasannya. Jika setiap orang punya lintasannya untuk bergerak, aku berterima kasih atas lintasan yang mempertemukan kita. Karena dari pertemuan itu, aku menemukan diriku sendiri. Jaket kebanggaan itu tetap menjadi kebanggaan, yang setiap orang capai dengan garis awal yang berbeda, dengan rintangan dan tantangan yang berbeda, tapi dengan banyak hal yang disyukuri bersama. Jaket itu membuatku berani berjanji, lalu waktu membuat janji itu menguat.