Menjadi Guru T K?
Aku ingin menjadi guru tk. Membangun sekolah kecil berbasis kasih sayang dan keimanan. Aku ingin menjadi sosok panutan seorang anak sedini mungkin. Tidak hanya anak sendiri, tapi anak-anak di satu zaman. Karena di masa-masa itulah, seorang anak akan merekan dan mendefinisikan sosok seperti apa yang melekat dalam dirinya.
Sepertinya itupun nanti akan menjadi kebutuhan.
Ternyata, masa kuliahku membuatku mengerti bahwa ini bukan hanya kesenangan tetapi seperti kebutuhan. Dan sederhana sekali untuk memulainya.
Kosan tempat aku tinggal, dikelilingi rumah padat penduduk dengan banyak sekali anak usia balita hingga SD berkeliaran. Ketika aku pulang kampus dengan membawa segudang tugas dan pikiran, mereka menarik perhatianku. Mereka bermain kelereng, duduk di pinggir jalan, kejar-kejaran.
Dan darisitulah, dari sapaan sederhana di setiap sore, berlanjut pada kunjungan main di tiap ahad, dan akhirnya setiap mereka melihatku, mereka menjagak “main” di kosanku. Main disini maksudnya adalah mengunjuki kosanku untuk mengerjakan pr bersama, menggambar, mewarnai, bercerita, apapunlah yang mereka senangi. Sungguh, mereka menjadi jalan Allah membagikan kasih sayangnya padaku.
Aku tidak punya bahan, hanya menyiapkan kertas dan beberapa spidol, pensil warna untuk meramaikan, beberapa buku bergambar, peta nusantara dan kamus bahasa inggris. Dan dengan cinta juga kehangatan, mereka semua berpadu dan menyalakan binar di mata adik-adik kecil itu. Mereka seperti tengah menata mimpi lewat apapun yang kuucapkan. Hingga maghrib menjelang, aku sempat khawatir jika orang tua mereka mencari. Lalu mereka pulang dan keesokan harinya kegiatan itu berlangsung lagi dan lagi.
Kami berbagi, ya, kami. Aku membagikan keseruan bagi mereka, menyalakan mimpi mereka, menjadi teman dan kakak yang bersedia direpoti dan mendengar cerita mereka, setidaknya mungkin itu yang mereka rasakan.
Kenyataannya adalah aku menyadari bahwa aku sedang mengisi kekosongan sosok yang hilang, sosok yang mereka butuhkan di usia perkembangan mereka. Kenyataannya, justru mereka yang membagikan cinta. Membuatku melihat kejujuran dari sisi yang sangat sederhana. Belajar dari pertikaian dan konflik emosi yang mereka tampilkan di depanku. Melihat noda coklat di pipi mereka setelah mereka melahap habis makanan yang kita buat bersama, ah sungguh makanan itu sangat seadanya anak kosan. Aku sedikit kebingungan ketika mereka membuat gaduh satu kontrakan karena bermain air, menjadikan lantai kotor dan aku harus mengepelnya saat itu juga sembari memastikan mereka tidak jauh dari pengawasanku ketika bermain di teras dengan genteng rumah. Kenyataanya, mereka yang mengajarkanku banyak sekali hal. Kenyataannya, mereka yang membagikan cinta.
Sampai saat ini, aku masih mengingat wajah mereka yang lucu. Menghadangku ketika aku melewati gang, lalu merengek ingin main ke rumah padahal sudah mau maghrib. Aku.. merasakan kehadiran mereka saat itu. Bahkan ketika aku pindah, aku tidak sempat berpamitan satu persatu. Dan betapa sangat berdosanya aku ketika tidak sengaja bertemu berbulan setelahnya, dan baru menjelaskan bahwa aku pindah. Binar mata itu menyiratkan kekecewaan. Ah. Ya Allah.. jagalah mereka dalam penjagaanMu.
Sepertinya, aku memang ingin selalu berada dalam ketulusan semacam itu.