Pada Tebing yang Meninggi, Kukatakan Isi Hati

Invisible Adventure
2 min readFeb 23, 2021

--

Aku tidak akan menganggapnya spesial, karena aku tidak jelas tahu apa isi hatinya. Aku hanya menerka dan seakan menemukan namaku di sana, hanya karena caranya memperlakukanku seakan berbeda. Tidak benar-benar mengerti apa yang sebenarnya terjadi padaku, tetapi jelas aku tahu bahwa aku tidak seperti biasanya. Sepertinya dia memang spesial, atau terlalu baik.

Gunung itu kudaki mulai dari tanah pertama yang terpijak. Untuk mencapainya sejujurnya tidak terbilang sulit, namun memang dibutuhkan kegigihan dan tidak cepat menyerah. Kamu tahu? Bebatuan itu begitu besar, entah sebesar apa jika kita letakkan di tengah jalan beraspal. Batu-batu itu, entah bagaimana caranya kokoh untuk kami pijak satu persatu, kami daki hingga sampai ke atasnya. Tetapi sepertinya aku tidak mengerti, aku tidak tahu. Mungkin pula aku sengaja tidak ingin mengetahui, bahwa gunung itu memang sulit untuk dipijak dalam kegelapan. Aku hanya melihat tapak kakimu saat itu, tapak kaki yang menuntun di depan. Hingga akhirnya pijakan itu berubah, kaki ini bukan lagi menginjak bebatuan yang bertumpuk satu sama lain. Ternyata kaki ini sudah sampai di titik terujung bebatuan itu, batu terluas dan tertinggi di gunung ini. Sebuah tebing berbatu yang tinggi.

Di tebing itu, kusaksikan betapa sunyinya pagi. Mentari muncul dengan malu-malu, warnanya segera memantul di danau yang tenang. Kusaksikan semua itu di atas sini. Kusaksikan dalam dudukku yang hening. Di tebing itu, seakan angin semilir membisikkannya. Semilir angin yang lembut itu seakan mengatakan isi hatiku. Aku tahu, walau hanya terasa saja. Seperti angin, sesuatu itu tidak bisa kulihat. Sesuatu itu hanya bisa kurasakan. Aku masih tidak mengerti, tetapi aku bisa merasakannya.

Aku.. jelas menunggunya hadir di sampingku. Dan ternyata lebih mudah jika dia tidak hadir. Lebih mudah jika dia mengurungkan niatnya untuk mendekat. Lebih mudah untuk melepaskan, lebih mudah menerima dan membuat otakku berpikir bahwa aku memang hanya berharap.

Bukan seperti ini, dalam ke abu abuan dan memaksa hati ini untuk merasakan sesuatu yang kurasa itu biasa saja baginya.
Membuat momen itu terasa biasa saja.
Membuat bernapas saja sesulit itu rasanya.
Membuat diriku merasa perlu mengatur irama jantung
Membuatku hanya bisa memejamkan mata, menikmati semilir angin
Mendengar bising yang sebenarnya sunyi di antara kami
Memandang angan yang jauh tapi sosoknya sungguh di sebelahku
Merasakan luasnya panorama di depan mata, tegaknya gunung-gunung berjajar, Waduk Jatiluhur terhampar dengan mentari pagi terproyeksi di permukaannya, membuat efek gelombang dari berbagai perahu yang saling berjejer dan sangat kecil dari atas sini.

Aku sangat kelu, merasa tidak perlu membuka pembicaraan. Tetapi aku tahu, dia ada di sampingku. Atau mungkin, dia memang berusaha untuk selalu ada di samping setiap orang. Mungkin hanya untuk berada lebih dekat saja, tidak lebih. Memang begitu kan?

Setidaknya, sunyinya pagi itu tidak kulewati seorang diri.

#30DWCJilid28
#Day23

--

--

Invisible Adventure
Invisible Adventure

Written by Invisible Adventure

0 Followers

read more, know more

No responses yet