Resensi Buku Kuy!
Tentang Kamu
Buku ini benar-benar menceritakan tentang kamu, hai para pembaca!
Hehe, bukan dalam artian sebenarnya maksudku, tetapi buku ini dengan kerennya bisa membuat pembaca merefleksikan jalan hidup yang dialami tokoh utama ke jalan hidup pembaca itu sendiri. Diakhir membaca ini, rasanya seperti tidak bisa tidak bersyukur, karena pasti ada hal yang belum kita syukuri dan kita akan bersyukur saat itu juga! Keren sekali.
Om Tere Liye mengemas covernya dengan apik, membuat pembaca yang judge book from the cover akan malu. Tampilannya menarik, ala ala melow dengan gradasi warna yang memikat, plus judul yang sepertinya bucin sekalii. Tapii.. pembaca tidak akan menemukan kisah romantis hubungan dua manusia. Sebenarnya part itu memang ada, tapi sedikit dari apa yang diekspektasikan, dan sewajarnya saja. Seperti kenyataan dalam hidup, rasa cinta pada pasangan sebaiknya sewajarnya saja kan?
Cerita dimulai ketika seseorang bernama Zaman menangani kasus warisan sesosok wanita bernama Sri Ningsih yang baru meninggal beberapa hari lalu. Ah, seharusnya ketika membaca bab 1 sudah bisa kita tebak arahnya akan kemana kan? ini sebuah buku biografi yang membuat kita seakan ikut menelusuri riwayat hidup tokohnya. Mengawali cerita dengan memperkenalkan sosok Sri Ningsih yang sangat mengagumkan, luas sekali kebermanfaatannya, dan meninggal dalam keadaan yang amat tenang. Ternyata kisah hidupnya sungguh tidak bisa membuat pembaca berhenti meneteskan air mata. Setiap bab dalam hidupnya seakan berjalan semakin memilukan, dan yaa.. memang itulah inti dari buku ini. Sri Ningsih mengajarkan kita untuk memeluk erat semua kesedihan, menerima takdir yang tidak pernah ia minta, membuat kita mensyukuri apa-apa yang _pernah_ datang tanpa merasa terenggut ketika sesuatu itu pergi. Bukankah selama ini, ketika Sang Pencipta mengambil sebentar apa yang pernah ada dalam genggaman kita, kita selalu meresponnya dengan rengekan dan kesedihan? Bukankah kita terlalu sok tahu atas apa apa yang terenggut itu? seakan kita yang paling tahu apa yang terbaik untuk kita, padahal sama sekali tidak. Sri Ningsih wanita tangguh yang membuat kita malu. Betapa seluruh kebahagiaannya terenggut tetapi selalu ada alasan yang membuatnya bangkit lagi dan lagi.
Ah ya, yang menarik dari seluruh novel Om Tere ini, beliau medeskripsikan suasana, latar tempat latar sejarah, suasana sosial dan alam dengan sangat baik. Seakan-akan kita ikut melaju dalam bus di kota London. Ikut tergidik kedinginan ketika Sri mengambil air di malam hari. Ikut mencium bau amis ikan di pulau terpadat di dunia, Pulau Bungin, Sumbawa, NTB. Ikut menunggu dengan cemas ketika ayah Sri, Nugroho tidak kunjung datang setelah melepas sauh perahunya untuk yang terakhir kali dan ternyata tidak akan kembali pulang. Atau ikut tercengang ketika menyaksikan darah menggenang di koridor pesantren di Solo. Ah, keren sekali. Buku itu menceritakan beberapa hari perjalanan saja bagi Zaman, tetapi sekaligus menceritakan seluruh kisah hidup Sri Ningsih.
Ketika kubaca buku itu, kondisiku dalam keadaan yang sangat _stuck_. Seakan tidak ingin meraih atau melakukan apapun lagi dan tidak ingin berurusan lagi dengan dunia ini. Seakan ingin segera menemukan sumber kebahagiaan yang tidak semu, tidak datang dan pergi. Seakan ingin meminta segera dipertemukan denganNya, tapi apalah, bagaimana bisa merasa cukup dengan bekal yang selama ini kumpulkan? Malu sekalii aku pada Allah. Seakan-akan Allah tunjukkan padaku lewat sosok Sri Ningsih itu, betapa ada banyak kebermanfaatan yang bisa kita lakukan. Ada banyak mimpi dan cita-cita yang bisa kita wujudkan. Ada suatu kesadaran yang membuatku merasa perlu menjadi sosok Sri Ningsih, yang kehadirannya menjadi kebermanfaatan untuk orang-orang disekitarnya. Bahkan hikmah dari akhir hidupnya, seakan membuatku ingin mendefinisikan bentuk akhir hidup seperti apa yang akan kuminta pada Allah, hari terbaik itu akan seperti apa kita jalani. Kegigihan, ketulusan, kesabaran serta semua bentuk kebaikan yang Sri Ningsih miliki itu semakin sempurna ketika kesabaran melengkapinya. Kesabaran yang melengkapi kebaikan. Kesabaran yang menunjukkan bahwa kebaikan itu tidak hanya diskrit pada titik itu saja, tapi seterusnya.
Bacalah, kurekomendasikan buku ini. Akan sampai maknanya padamu disaat yang tepat, entah nanti, entah sekarang. Atau jangan-jangan, waktu yang Allah tentukan untukmu memetik makna dari novel dengan 524 halaman ini adalah ketika dirimu _kebetulan_ membaca resensi ala-ala ini, hehe. Tidak ada yang kebetulan, makna ini tersaji didepanmu.
Jadi.. sekian kisah tentang kamu. Mari saling mengingatkan untuk menjadi tokoh terbaik dalam buku yang kita miliki sendiri, buku catatan yang sedang ditulis oleh malaikat di kanan-kiri kita. Semangattt🌻🌻
#30DWCJilid28
#Day17