Sepasang?
Kita akan berkumpul dengan yang satu frekuensi. Kita akan berdekatan dengan bagian lain yang memiliki karakter sama. Dan yang merasa asing dalam suatu kumpulan, adalah yang hatinya sangat jauh.
Tentang sejenis, akhir-akhir ini aku melihat polanya. Pada beberapa pertemuan dua manusia, akan bertahan lama jika memiliki kesamaan, atau memiliki alasan yang sama untuk terikat. Atau mungkin, melengkapi?
Menjadi alasan untuk satu sama lain, menemukan ketenangan darinya.
Awalnya aku tidak mengerti, ketika temanku berkata rasanya berbeda saat melakukan sesuatu karena orang yang dia cintai dibandingkan melakukannya untuk diri sendiri. Kukira hampir sama dengan julukan sejenis budak cinta-yang booming digunakan untuk orang-orang yang terlalu berlebihan dalam mencintai. Tapi setelah kupikir dan kurasakan sendiri, sepertinya bukan itu maksudnya. Mencintai seseorang akan melahirkan suatu perasaan yang menumbuhkan kekuatan. Entahlah, seakan bersedia melakukannya dan yakin akan menghadapi apapun yang ada di depan. Seperti sebuah keberanian yang menyala dari tungku kepercayaan. Pun sebaliknya, dicintai seseorang akan membuat diri bersedia memberikan apapun yang dimiliki. Seakan bersedia menerima konsekuensi, menanggung beban, berkorban.
Entahlah, saat ini aku masih belum tahu. Tapi sepertinya akan membahagiakan jika kita melakukan sesuatu karena orang yang kita cintai percaya bahwa kita mampu melakukannya. Bukankah itu menjadi alasan semangat yang sepertinya tidak habis-habis? Bayangkan saja jika sepanjang hidupmu, kamu melakukan sesuatu untuk membuat orang yang kamu cintai bahagia? Waw, betapa penuhnya hati oleh kebahagiaan dan rasa syukur. Mungkin seperti itulah, definisi cinta tanpa batas yang orangtua miliki. Definisi cinta yang ayah dan ibu berikan pada anaknya, definisi cinta yang ayah dan ibu berikan satu sama lain.
Mengenai sepasang, aku masih mengaitkannya. Bayangkan jika ada seseorang yang kompeten, berkapabilitas tinggi, berwawasan luas, bervisi global, mampu mendobrak dunia dengan karya-karyanya, dan kemampuan lainnya yang dititipkan padanya, orang seperti itu ternyata dipasangkan dengan seseorang yang berhati tulus, berempati luas, bercita-cita luhur, bersemangat dalam kebaikan, bergerak dalam ketaatan, dan berkontribusi dengan karya-karya mengagumkan. Bayangkan akan sebesar apa kontribusinya jika kehadiran satu sama lain akan saling menguatkan? Sebesar apa efek yang diberikan dari -mengerjakan sesuatu karena cinta- itu pada pekerjaan itu sendiri. Akan seproduktif apa dua manusia yang dipasangkan itu? Pencapaian apa yang akan mereka lakukan ketika mereka mengkolaborasikan kemampuannya satu sama lain? Membayangkannya saja sudah sangat mengagumkan. Seperti dua pahlawan super yang membentuk keluarga pahlawan super. Plus, jangan lupa dengan kesamaan visi misi, tujuan. Akan se-melesat apa, se-efektif apa, dan sebesar apa kontribusi kedua manusia dengan visi misi sama dan saling mencintai serta mempercayai, untuk melakukan sesuatu itu bersama? Ah, kolaborasi yang epik! benar-benar melengkapi untuk tujuan yang sangat besar. Keren sekali, rasanya mungkin seperti memiliki partner kerja seumur hidup. Manajer setiap urusan-urusan pada banyak aspek kehidupan. Memiliki amanah yang sama, yang akan dipertanggungjawabkan berdua, dan menjalaninya sampai waktu di dunia habis. Tidak hanya romantis, tapi juga profesional!
Sudah ada tungku semangat, sudah tahu arah perjalanan, sudah menancapkan sasaran tujuan, sudah dibersamai teman perjalanan, ah, apalagi yang ditunggu? Persiapan perjalanan itu lengkap. Dan sepertinya, jika persiapannya se-serius ini, perjalanannya akan panjang dan sulit.
Dari sudut pandang ini, aku jadi paham bahwa benar, diciptakan berpasang itu supaya kita mengingat kebesaran Sang Pencipta.
“Dan segala sesuatu Kami Ciptakan Berpasang — pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.”
Dan berpasangan bukan hanya sekadar terikat secara fisik, tapi juga hati dan emosi. Sepertinya banyak pasangan yang sudah menikah tetapi menjalani hidupnya sendiri-sendiri, seakan memiliki pencapaian masing-masing padahal hidup dibawah atap yang sama. Atau mungkin, pasangan-pasangan yang mengakhiri perjalanan justru diawal pernikahan. Seakan sudah bertemu dan sudah diikat, lalu sudah selesai. Bukankah pernikahan baru mengawali semuanya? sepertinya yang perlu dilakukan adalah mengencangkan sabuk untuk bersiap berlari? Atau mungkin juga, diantara pasangan-pasangan itu, belum tercerahkan ke arah sana. Setelah diikat, tidak tahu harus berjalan kemana. Lalu menjalani hidup seadanya.
Sepertinya, pertemuan dua orang yang dipasangkan langit itu bukan hanya sekadar memasangkan raga. Mungkin juga memasangkan iman di dua hati, mengikatnya menjadi satu kekuatan yang saling mendukung dan melengkapi. Ah, aku jadi merasa takut. Apa itu artinya, jalan di depan sana begitu menghantam bagai badai? betapa besarnya tantangan di depan sana hingga kita diberi teman berjuang seumur hidup oleh Allah! Teman berjuang yang setelah kita berlelah-lelah berjuang, kita akan merasa tentram dan tenang ketika kita kembali ke rumah sementara di dunia.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Mengenai visi misi tujuan, aku jadi teringat Abu Lahab. Beliau bersama istrinya bersepakat untuk memilih tujuan yang bahkan menyiksa mereka berdua di akhirat. Betapa perlakuan mereka tidak patut dilakukan pada Nabi Muhammad SAW. Sungguh, penyatuan dua manusia tapi visi misinya tidak membawa mereka ke surga.
Sebaik-baik teladan kita, bahkan sudah mencontohkannya. Memiliki pasangan hidup yang totalitas menemaninya di jalan dakwah. Betapa luar biasanya Khadijah RA, wanita mandiri nan cerdas, berhati kuat sekuat tekadnya, berdaya untuk memenuhi kebutuhan dirinya, bahkan menjadi woman enterpreneur pada zamannya. Se-memukau apa pancarannya saat itu. Dan dari semua anugerah yang dimiliki itu, ibunda kita Khadijah RA memilih untuk mewakafkan dirinya di jalan dakwah, menemani Rasulullah SAW, menggadaikan seluruh kenyamanan hidup yang sudah diraih. Waw.
Maka ada benarnya juga sebuah pepatah yang berbunyi,
“Dibalik laki-laki hebat, ada perempuan hebat”
karena sepertinya, selama ini sosok yang dimunculkan kehebatannya adalah para lelaki. Padahal mungkin, ketangguhan lelaki itu merupakan pantulan dan pancaran sinar dan kekuatan yang perempuan berikan untuknya. Tidak banyak peran wanita yang terekspos ke publik.
Inggit, misalnya. Mendampingi Soekarno sampai beliau jadi presiden. Menguatkan pundak kokoh Soekarno di rumah mereka yang teduh, menampung segala keluh yang terucap, menyalurkan kepercayaan bahwa pasangannya itu mampu untuk merubah banyak hal. Banyak sekali yang dilakukan di rumah, dibalik layar. Aku-hmm, sepertinya tidak akan memilih jalan seperti Bu Inggit. Aku sepertinya akan berkarya dan berkolaborasi dengan sosok yang dipasangkan nanti, bersama di garda depan. Tapi yaa, sepertinya perempuan memang punya medan yang berbeda, mungkin Bu Inggit juga berkarya dan berdaya cipta di lingkungan dengan caranya yang mengagumkan, aku saja yang belum tahu.
Tapi keren saja, misal bikin penelitian bersama pasangan. Nama kami terpampang bersama, mengalirkan pahala bersama. Atau membuat atau memberdayakan masyarakat dengan inovasi yang dibuat bersama. Atau berdiri menghadapi orang-orang, menyampaikan kebenaran yang menembus ratusan kepala. Tertulis dalam sejarah bahwa ada dua manusia yang dipasangkan di bumi dan menjadi penggerak peradaban yang berpengaruh. Hehe, semoga saja didatangkan dengan cara yang tepat.