Sepasang potongan puzzle
Dia benar, kita tidak cocok. Dia mengatakan tentang terpasangnya potongan puzzle dengan tepat sesuai lekukannya, patahannya, potongannya. Tapi aku bukan puzzle yang tepat untuknya. Tahukah kamu bagaimana perasaanku saat itu? Kukira aku akan melompat dari motornya dan menangis meraung-raung, menyalahkan banyak moment yang terlewati dengannya, menyalahkannya karena membiarkanku salah memahami perasaannya. Tapi nyatanya, aku tetap tenang dalam dudukku. Bahkan aku bisa menjawabnya dengan suara yang terkendali, “iya.. aku paham kok”. Sungguh, kekuatan dari mana itu semua kudapatkan malam itu. Mungkin dari doa yang beberapa detik lalu kulayangkan pada pemilik hati dan langit malam itu.
Aku jadi teringat pada diriku sendiri, mimpiku, angan dan citaku. Oh ya, bahkan dia sudah menelisik sampai sejauh itu. Dia tidak terkalahkan pada nafsunya, atau pada pikiran sesaat. Bahkan aku yang keliru karena menentukan dengan terlalu cepat, bahkan mempertahankan sesuatu yang memaksa. Harusnya aku berterimakasih padanya,karena dia melihat kondisi ini dengan jelas.
Terimakasih, karena setelah ini justru aku menemukan diriku sendiri. Aku bahkan seperti kembali menyapa mimpi-mimpiku, menemukan diriku yang berdialog dengan pikiranku tanpa sungkan.
ah, iya! terimakasih untuk tidak memilihku.
Setidaknya, semua bagian dari cerita yang kemarin terjadi menjadi portofolio interaksi perasaan yang pernah kujalani, untuk mematangkan pilihanku ketika sudah saatnya aku memilih.
Dia menyelamatkanku dari masa depan yang penuh keterpaksaan. Dia memberikan aku kesempatan untuk bertemu orang baru, orang yang aku akan hidup bersamanya dan mimpinya. Lalu mimpi itu persis seperti mimpi yang kurancang dan kumiliki, lalu kami mewujudkannya bersama. Dia mengizinkanku bertemu dengan potongan puzzle-ku yang sebenarnya. Aku akan menemukan orangnya, potongan puzzle-ku, cepat atau lambat. Dan aku akan tetap berdiri dengan tenang menantinya. Menanti dengan seluruh kekuatanku untuk menyambut pertemuan itu tiba.
aku akan kuat dan tidak menyerah pada tekadku. Aku tidak akan lagi luluh dan membuka garis pertahanan hanya karena merasa waktu perjuangan tinggal sedikit yang tersisa. Hanya karena kekuatan yang menipis. Atau hanya karena angan yang ingin disegerakan.
Aku akan membangkitkan kekuatanku dengan sumber daya yang tidak habis, dan itu bukan dari seseorang yang akan datang nantinya, tapi dariNya. Aku akan tetao menerbangkan anganku. Angan yang melambung tinggi, bukan angan yang kutujukan pada sosok yang akan datang, tapi pada cita-cita generasi. Hingga hal yang kutuju nantinya akan menjadi sesuatu yang besar dan meluas, bahkan berlanjut meskipun aku sudah pergi. Cita-cita generasi.
Kuakhiri semua ini dengan kesimpulan yg semoga melapangkan, terimakasih, sudah kuterima dengan baik.
Dalam rasa sakit yang tertahan,
26/5/2023