Siapkan Dirimu Putera Bangsa!
Berkarya dengan data, tuk Indonesia jaya. Dengan data kita bangun negara.
Baru kali ini aku merasa terlahir di dunia dengan jalan yang tepat. Kaya every piece of this detail is written just for you, ci. Merinding huhu masyaAllah..
Bagi org2 yg dibekali dgn bakat _belief_, juga suka sama alam, penempatan tu bener2 bagian dari pengabdian.
Efek lagi latsar ato apa ya, tpi kayak jadi muhasabah diri.
Ada cerita lucu yg bisa bikin ngerasa deg, ada di titik ini. Nama aku suci dan dari dulu aku suka sekali bunga melati. Entahlah, apa karena dia putih dan suci mencerminkan warna putih, sejujurnya aku ngga terlalu suka putih apalagi setelah maam bilang jangan beli baju putih karena cepat kotor ,hehe. Tapi seperti ada rasa putih adalah aku, suci. Setelah aku tumbuh besar, aku semakin suka sama melati karena dia bukan hanya bunga kecil yang tiap pagi menebar harum dan lembut, tapi juga bunga kebanggaan nasional. Waw,hehe.
Nama aku juga Pertiwi, entahlah ini dikasih sama keluarga mama. Kalau diliat dari profesinya, mama memang seorang Pegawai Negeri Sipil di salah satu pusat pendidikan jasmani di kota kelahiran. Kakek, ayah mama, juga seorang TNI angkatan darat. Sepertinya jiwa nasionalisme mereka memunculkan ide agar menyisipkan nama “Pertiwi” di nama belakang cucu pertamanya. Tapi.. entahlah, mungkin memang jalan hidup (?)
Dari jaman sekolah dasar, aku selalu suka sejarah. rasanya seperti mengenal tokoh satu persatu dan melihat kilas balik ceritanya. Aku juga enggan melakukan sesuatu yang buruk. Nilai PPKn ku biasa saja tapi rasa-rasanya aku bangga sekali menjadi diriku. Entahlah seperti ingin disiplin bahkan sebelum guru mengarahkan. Mungkin ini nila-nilai yang terlatih sejak aku dalam kandungan mama. Mama, kakek dari mama, dan keluarga mama memang warga negara yang baik. Aku baru tahu diksinya hari ini, namanya nasionalisme.
Tapi sesuatu dalam diri aku juga bilang kalau aku gamau diatur, rasa-rasanya seperti ingin bereksplorasi dan tidak mau dibatasi. Dan aku senang menyadari ada keinginan itu dalam diri. Aku cenderung tidak ingin diarahkan, aku ingin mengarahkan. Terlebih ketika sudah beranjak membayangkan cita-cita, pokoknya aku gamau kerja di kantor! gerutu aku yang masih belum mengerti apa-apa.
Sini kuceritakan, aku adalah anak pertama dari dua bersaudara. Keluarga milenial, dengan dua anak yang jaraknya cukup jauh. Dengan ibu yang bekerja dan ayah yang bekerja pula. Kami bertemu di pagi hari dan sore hingga malam saja. Sepanjang ahad kami melakukan hal-hal menyenangkan seperti berkebun, memancing, mendengarkan radio, beres-beres rumah, membeli ice cream, atau hanya tidur dan menonton tv, atau juga membuat perkedel dan ikan goreng. Itu saja, sudah itu saja. Mama pekerja keras. Sejak masih 7 bulan aku sudah menemani mama berangkat pukul 6 pagi dan pulang menaiki bus pegawai dengan perut yang besar. Sejak 6 tahun aku sudah menjadi teman diskusi ayah ketika memandangi bulan purnama, dan ayah mengatakan beliau kewalahan menjawab pertanyaanku ketika aku masuk usia SMP, aku diminta bertanya pada guru saja. Ayah pekerja lapangan, pencari data lapangan. Ayah pergi bisa pagi sekali atau malam sekali, atau bahkan seharian di rumah hanya dengan dokumen-dokumen dan sisa-sisa penghapus. Atau bisa juga suatu saat pergi keluar provinsi untuk mengikuti pelatihan yang tidak kumengerti. Baru beberapa tahun lalu aku benar-benar mengerti pekerjaan ayah, karena… saat ini aku tengah melanjutkannya.
Dan hey, jangan asal bicara wahai kawan!
Suci kecil menggaris bawahi bahwa dia tidak ingin bekerja di kantor karena rasanya melelahkan dan pasti membosankan, meligat mama yang pulang sore dan dokumen banyak sekali serta rinci. Jelas tidak mau! Jelas lebih tertarik pada pekerjaan ayah yang sangat mengesankan, berjalan-jalan dan menemui banyak orang dan berinteraksi dengan banyak cerita dan pengalaman. Sampai suatu ketika Suci kecil ini sampai pada titik memilih kampus, lalu instansi ayah membuka sekolah kedinasan dengan keringanan beban kuliah serta konsekuensi hidup dimana saja untuk mengabdi. Dengan berat hati, mama mengiyakan setelah ayah menguatkan. Eh, mama dikuatkan tetapi aku bagaimana? Kok tidak ada penjelasan panjang mengenai itu, aku hanya mengikuti keinginan mereka dan menjalaninya tanpa sadar dulu. Setelah melewati pembelajaran di kampus, aku menemukan alasan aku berjuang. Untuk orang tua, dan bangsa, cielah. Tapi.. iyaa bener kok. Mungkin memang bakat beliefku mendominasi dengan kuat.
BELIEF, senang melayani orang lain dengan tulus, karena menganggapnya sebagai perbuatan yang mulia dan mendatangkan manfaat bagi diri maupun orang lain. Memiliki nilai-nilai luhur yang tidak pernah berubah. Nilai-nilai ini mempengaruhi sikapnya dalam berbagai hal serta memberikan arti dan kepuasan dalam hidupnya.
Baginya hasrat untuk menjadi bagian dari kegiatan yang bermanfaat bagi dunia adalah yang paling utama.
Komitmen terhadap keluarga merupakan hal yang sangat bernilai.
Membantu orang lain (ringan tangan), mendahulukan orang lain dan menjaga etika merupakan bagian penting dari hidupnya.
Baginya, sukses itu lebih daripada sekedar uang dan prestige tapi berani berkorban untuk orang lain.
Memberikan pelayanan dan bantuan bagi orang lain tanpa pamrih.
Yak, balik lagi. Aku selama mengikuti latsar ini seperti merasa menemukan tujuan kenapa aku dilahirkan. Aku menemukan jawaban kenapa haru lewat mama dan ayah. Kenapa harus di kota bernama Cimahi, di provinsi Jawa Barat. Kenapa harus ini dan itu. Karena.. simpelnya Allah desain demikian. Karena mama orang kantor dengan detail dan gigihnya, ayah orang lapangan dengan perjuangannya. Cimahi kota pusat pendidikan dan pelatihan dengan cerita dan fasilitasnya. Dan yang terpenting, karena aku. Aku dikasih Allah punya sifat belief yang kuat dan jawabannya disini, dengan jalan ini. Oke..
Aku masuk pecinta alam, dikuatkan di rohani islam, ditumbuhkan di kampus yang disiplin dan teratur, memang karena aku adalah aku, aku dibekali untuk menjalani itu. Alhamdulillah :)
Ya Allah.. berikanlah keberkahan dan ridhoilah aku dalam jalan hidup yang Engkau gariskan, dan selamatkan aku di akhirat.
Pas dengerin mars tu rasanya kaya kebayang wajah-wajah orang yang udah berjuang sebelum aku. Dan rasanya kaya ngga baik aja buat mengeluh padahal mereka udah berjuang habis-habisan. Kamu tinggal melanjutkan. Inget wajah bapak ibu dosen, yang dulunya juga pasti merintis dari nol, jadi mahasiswa juga, ketemu integral dan hipotesis juga. Keinget wajah mba-mba ngaji, yang sampai saat ini masih terus mengingatkan kebaikan, mengatakan bahwa ini salah satu jalan yang Allah gariskan buat kita berjuang dijalanNya dan bersyukur atas nikmatNya. Inget jug awajah mama ayah, yang pastinya dengan perjuangannya menjalani itu semua, dan alasan perjuangan itu salah satunya adalah aku. Itu.. membungkam dan meluluhkan banyak keluh sih. Udah saatnya jadi bertanggungjawab.
Get Ready jadi ASN? Bergandeng tangan membangun negara. Diminta jamaahan tuh berjuangnya.
Ada cerita lucu yg bisa bikin ngerasa deg, ada di titik ini. Nama aku suci dan dari dulu