Sore, jalan tepi laut

Invisible Adventure
3 min readNov 6, 2021

--

Aku akhirnya sampai pada titik ini. Pada titik bersyukur telah mengenal jarak.
Aku juga berterimakasih pada waktu, yang bergerak cepat ketika kebahagiaan baru saja datang, untuk bersegera pergi dan menyisakan diriku sendiri ketika perpisahan.
Mereka seakan bersepakat membuat satu pertemuan terasa berkali lipat indahnya, apalagi ditambah dengan hadirnya rindu. Pertemuan adalah obat yang menjadi candu.

Sore itu merupakan sore yang sama dengan sore hari sebelumnya, atau sore di hari setelahnya. Pantai itu juga tetap sama dengan pantai yang kulihat keesokan harinya. Tetapi tetap saja berbeda, rasanya seperti memecahkan banyak sekali kegundahan, dalam keheningan. Seperti membisikkan gelisah pada semilir angin yang menerpa kain. Seakan melepas beban hati yang terbawa bersama angin pantai yang menerpa wajah. Kini, aku tahu apa yang berbeda. Ialah hatiku yang tengah berbicara. Dia menemukan wadah untuk bicara.

memecahkan celengan rinduku
bergoncengan denganmu
mengelilingi kota
menikmati surya perlahan menghilang
hingga kejamnya waktu menarik paksa
lalu kita kembali menabung rasa rindu
saling mengirim doa
sampai nanti temanku

“menurut aku ini cukup tau ci, cukup sama ini.”
“maksudnya?”
“iya , ternyata enak ya keliling di kabupaten orang pake motor dipinggir laut sore-sore”
“iya.. setuju”

Bisakah aku meminta waktu terjeda sebentar saja? Mungkin matahari berkenan berdiam di tiga perempat langit lebih lama hanya untukku sore itu, hanya sore itu saja dari sekian puluh sore yang kulewati sendirian. Sore itu menjadi sore yang membuatku juga merasa cukup. Cukup untuk melepas semua rasa meskipun belum ada satupun cerita terucap, meskipun belum ada rasa terurai. Dalam keheningan, aku tahu ada seseorang yang hadir disampingku untuk mendengarkan. Terimakasih teman.

Keliatan banget ya kesepiannya di tanah rantau? ehehe.
Bukan sepi, tapi terlalu takut untuk terluka dari konsekuensi mencari tempat lain untuk bercerita.

Jadi, saat ini cafe adalah tempat yang terpilih untuk menuangkan banyak rasa. Bersama laptop pinjaman karena laptop pribadi entah mengapa turut pula menjadi ujian, tidak mau menyala. Juga dengan sinyal yang alhamdulillah lancar meskipun kota diguyur hujan.

Pada banyak tempat, pada banyak suasanya, pada banyak memori dan kenangan, tetap saja rasanya ingin sekali mengharapkan kehadiran orangorang yang dekat. Sungguh, menjalin kedekatan itu tidak mudah. Apalagi saat seseorang sedang bertumbuh dan beradaptasi. Sudah berapa banyak cerita yang kutunda dan perasaan yang kusimpan dengan tujuan akan kubagikan setelah bertemu orang yang tepat. Tetapi nyatanya, seluruhnya luruh hanya dengan sekali bertemu.

Disaat saat seperti ini, seperti tergulir kembali sosok yang dulu ada di depan meja dan meminum susu putih hangat bersama. Bercerita tentang apapun dan tidak lagi berat untuk menuangkan isi pikiran.

Disaat seperti ini, sungguh terasa bahwa menanggung beban perasaan sendiri adalah hal yang sulit. Bagaimana bisa empat tahun aku tetap tersenyum ditengah beban-beban kuliah yang ada? atau bagaimana bisa aku tetap tenang selama sekolah dasar hingga sekolah menengah atas ditengah gejolak perasaan yang ada di hati? sepertinya aku perlu belajar lagi menyimpannya.

--

--

Invisible Adventure
Invisible Adventure

Written by Invisible Adventure

0 Followers

read more, know more

No responses yet