Tentang Menghujam dan Menjulang
Hari ini tanggal tujuh, kemarin tanggal enam. Dalam waktu 48 jam ini sudah kudengar dua kali makna dari sebuah pohon. Kita bicara tentang kata menghujam dan menjulang.
Aneh sekali rasanya, melihat pohon itu tumbuh tegak di atas pantai pasir putih yang bahkan tergenang air. Meskipun indah, tapi aku sempat meragukan kekuatannya menahan beban. Apakah dia tidak akan terseret air? Pun tidak tergoyahkan angin pantai yang berhembus kencang? Lagi pula, untuk apa ada sebuah pohon di tengah pantai? Aku tebak, barangkali pohon itu sejenis dengan pohon yang berfungsi sebagai penahan abrasi, seperti bakau atau lainnya. Tapi di luar sekian keanehan itu, kusadari bahwa pertanyaanku sungguh mendasar. Seberapa dalam dia menghujam dan seberapa kuat cabangnya yang menjulang itu.
Bonsay. Tanaman yang indah, batangnya meliuk elok dan bunganya cantik. Barangkali akarnya kuat, tapi dia tidak tumbuh lebih tinggi. Tidak meneduhkan lebih luas. Dia menjadi begitu terbatas.
Pun sama dengan tanaman yang cabangnya banyak sekali, tapi akarnya tidak kuat menahan beban. Dia akan menjadi ringkih.
Kita, seperti pohon bukan? Yang dibekali dengan kemampuan untuk menguatkan akar kita, membuatnya menghujam sampai bawah dan menjadikan dia dasar dari kebermanfaatan kita. Hal yang sangat substansial. Dan lalu, untuk membuktikan itu semua, kita tumbuhkan cabang-cabang kebermanfaatan kita. Membuatnya meluas dan meluas. Meneduhkan bagi siapapun yang sejenak bersandar. Membuatnya menyentuh lebih banyak ruang-ruang kebaikan.
Apa jadinya jika semua ilmu yang telah kita gali, hanya tersimpan di bawah tanah dalam diri kita sendiri? Membuatnya mengendap dan terlalu lama tidak dimanfaatkan. Untuk apa akar menjelajahi berbagai celah di tanah, memecah batu, mencari sumber air agar memperoleh unsur hara dan oksigen, tapi setelah dia dapat, tidak dia salurkan kepada batang ? Untuk apa kita berlelah-lelah mengejar ilmu kalau pada akhirnya tidak ada manfaat apapun yang kita berikan?
Tapi, apa jadinya jika pohon punya kemampuan untuk memperbanyak cabangnya, membuatnya berbuah lebat, tapi ketika angin kencang menerpa, sekejap saja pohon yang tumbuh bertahun-tahun lamanya itu tumbang. Apa jadinya jika kita memiliki kemampuan menyampaikan, mengkampanyekan hal-hal baik yang mampu kita sampaikan pada orang lain, membuat orang lain mengikuti kata-kata kita, seakan kita memegang alat untuk membuat ucapan kita bisa dengan mudah diterima, tapi kita sendiri tidak punya bahan apapun yang akan diucapkan? Kelu bukan?
Maka untuk menjadi bermanfaat, mulailah dengan mengisi. Dan tidak cukup hanya mengisi, beranilah untuk menuangkan. Agar kita mampu menjadi sebaik-baik manusia yang meluas kebermanfaatannya.
(14:24) Do you not see how Allah has given the example of a good word?34 It is like a good tree, whose root is firmly fixed, and whose branches reach the sky,35 (14:25) ever yielding its fruit in every season with the leave of its Lord.36 Allah gives examples for mankind that they may take heed. (14:26) And the example of an evil word37 is that of an evil tree, uprooted from the surface of the earth, wholly unable to endure.38 (14:27) Thus, through a firm word,39 Allah grants firmness to the believers both in this world and in the Hereafter. As for the wrong-doers, Allah lets them go astray.40 Allah does whatever He wills.
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,”
Referensi: https://tafsirweb.com/4070-quran-surat-ibrahim-ayat-24.html
#30DWCJilid28
#Day7
#Pohon
#Teduh