Tidak Habis Tenaga Untuk Tersenyum
Senyumanmu mengalihkan duniaku ? ah , tidak juga.
Aku sempat terheran-heran. Bisa-bisanya ada manusia dengan senyum selalu terpasang pada mimik wajahnya, setiap saat. Aku tidak mengerti, sungguh. Berawal pada pertanyaan, mengapa dia hadir di hidupku, diperkenalkan padaku dengan kondisi masing-masing yang seperti ini. Aku dengan kekacauan pengendalian diri karena baru saja ditimpuk amanah. Dia dengan hilangnya kendali diri karena cinta, kurasa. Aku yang dalam kondisi sangat ‘tidak mengerti bagaimana cara tersenyum’ saat itu, melihat sosok itu seakan memang terlahir dengan senyuman, berbicara dengan senyuman, hidup dengan senyumannya itu. Selalu bahagia. Tolonglah, saat itu aku memang membutuhkan keceriaanku kembali.
Caranya tersenyum saat itu, tidak cukup ampuh untuk membuatku jatuh hati, tapi lebih membuatku berpikir, lama sekali aku tidak menjadi sosok ramah dan hangat seperti itu. Seakan aku melihatnya seperti diriku di masa lalu, yang tidak perlu alasan untuk tersenyum. Seakan senyum adalah pemberian termudah yang bisa kamu berikan pada orang lain. Caranya tertawa, memanggil kembali sikap penyayang dan pengertian yang aku rasa dulu membuatku bahagia setiap hari, yang membuatku lebih mudah menjalani beban berat yang menghampiri. Namun, barangkali benar. Semakin berat amanah, semakin berat memikirkannya.
Lalu saat itu aku berkesimpulan, oh iya, senyum itu, akhlak itu, mungkin Allah tunjukkan padaku bukan untuk membuatku terpesona dan jatuh hati padanya, tapi untuk mengingatkanku bahwa kembalilah seperti itu. Kembalilah menjadi sosok dengan senyum seperti itu. Rasanya seakan melihat sosokmu kan pada sikap dan caranya seperti itu ? hmm..
Bayangkan saja ci, pertama kalian bertemu, sosokmu sudah cukup menakutkan. Memulai kesan diri sebagai sosok yang sering melamun dan termenung. Kadang pula tak sengaja kalian berpapasan ketika mukamu sedang geram tak terbendung, menanggung kekecewaan pada lingkaran amanah yang sedang kau pegang. Ah, apa salah dirinya suc ? tiba-tiba dia mengenalmu dengan keadaan seperti itu. Hehe, maafkan.
Dia tidak tahu, bahwa apa yang kulihat darinya, sungguh terasa kumiliki dulu. Ringannya berbagi, murahnya tersenyum, ramah sekali dan jujur. Menyenangkan mengenal sosoknya. Detik itu seakan aku mendapat kode dari Allah untuk kembali pada akhlak mendamaikan seperti itu. Hmm..
Semuanya bukan tanpa isi. Akhlaknya mencerminkan betapa dekatnya ia dengan penciptanya. Betapa dekat ia dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Dan itu membuatku semakin tertohok. Sangat menohok. Seakan akan Allah ingin mengatakan padaku, lihatlah dia ci, lihatlah dia. Allah ingin memperlihatkan padaku tentang sosoknya. Mengingatkan aku untuk mulai memperhatikan kembali kedekatanku dengan Al Qur’an. Sungguh kelu sekali aku saat itu. Merasa diri sungguh hina, belum banyak berbuat apa-apa. Dia dengan kesederhanaannya, mengembalikan kesadaranku bahwa sepertinya aku berubah sejauh ini. Amanah ini menggerus hatiku, ia berada pada jalur yang terlalu berlebihan. Aku berubah menjadi sosok yang tidak ramah dan seakan meminta dunia memakluminya. Dan itu sudah cukup jauh melukai banyak orang.
Dan bangkit dari keterpurukan itu sulit sekali. Tapi entah dengan cara apa dan bagaimana, sudah kuterima baik-baik. Lalu semuanya berjalan menjadi lebih baik. Sudah ada senyuman di wajahku setiap harinya, perlahan namun pasti, aku kembali. Kembali menjadi suci yang ceria, suci yang bersemangat bertemu orang-orang di masjid. Bergejolak membahas hal-hal luar biasa. Bersiap menyambut nikmat yang Allah berikan.
Ternyata kedatangannya sungguh luar biasa. Tidak perlu jauh-jauh berpikir mengapa sosoknya dihadirkan, tidak perlu menerka akan seperti apa jalan cerita kami. Akan menjadi peran apa aku dalam hidupnya, begitu pun sebaliknya. Tidak perlu bertanya sejauh itu, karena mungkin saja dia sudah menyelesaikan separuh misinya. Mengembalikan suci yang dulu. Menjadi contoh untuk menggiring suci mendekat dengan kalam Allah. Apa lagi.. apalagi kalau bukan itu. Itu saja sudah menjadi takdir besar yang luar biasa. Aku harus berterima kasih padanya. Dan seharusnya aku kembali berpikir normal. Ah iya, dia, dengan segala kekerenan dan keunikan yang melatar belakanginya, yang dengan entah bagaimana penjelasannya, kepribadiannya begitu dekat rasanya, seakan bertemu teman lama.
Meskipun rasanya seperti langit dan bumi dalam latar belakang dan lingkungan, tapi aku sungguh beruntung dapat menjalani garis pertemuan ini, hanya denganku dalam cerita ini. Tidak ada sosok lain yang memainkan peranku.
Seakan Allah menyadarkan, hey ci, dia datang seperti apa yang kau minta. Sadarkah kau ci ? dia memenuhi kriteria-kriteria yang kau sebutkan pada Allah.
Kedatangannya sangat tidak kau tolak sedikit pun. Bagaimana tidak ? pertemuan itu diawali dengan impresi yang seadanya, namun perlahan menohok. Dia yang santai dan menyukai hobi yang sama, ramah dan tidak enak-an, ternyata latar belakang dan pemahamannya sudah jauh di atasmu.
Duh, bagaimana pula aku tidak terkesima saat itu. Untung saja dia biasa saja parasnya saat itu, tidak menarik. Tapi semua jaring-jaring perkenalan yang berlanjut dari awal pertemuan hingga kini, membuat paras itu bukan sebagai paras yang disukai tapi lebih kepada betapa kerennya Allah menciptakan dirinya. Sungguh yang menarik itu akhlaknya. Jika hilang cintanya pada Allah, hilang pula kesanku padanya.
Apakah cukup waktu yang kumiliki untuk terus memikirkan betapa hebatnya Allah mempertemukan kita? Apakah akan dijelaskan saat ini juga mengapa Allah mempertemukan kami di sana? Dan apakah akan segera mendapatkan penjelasan, dari rentetan kejadian selanjutnya ? di mana Allah pertemukan kembali dalam berbagai urusan.
Dan sampai saat ini, di titik ini. Rasanya seperti, ya sudahlah. Sebaiknya menyelesaikan misi yang dia bawa bukan ? menyadarkanku untuk kembali. Dan jika memang itu misinya, berarti sudah. Aku sudah kembali ceria. Dan harusnya kembali menambah hafalan, mendekatkan diri dengan Al-Quran. Bukankah itu kode dari Allah ? belum datang kode lain bukan ? jadi ya sudah.. selesaikan bagianmu, maka tunggulah ketentuan terbaik yang Allah siapkan selanjutnya.
Tulisan di tahun 2018 :)
Sekarang sudah 2020 dan yaa.. let it flow