Tidak Tega

Invisible Adventure
3 min readMay 24, 2021

--

Aku sudah diatas tanah terujung negeri. Barat Indonesia. Ya, aku memang memilihnya, dengan sadar dan mengetahui kelebihan kekurangan sejauh yg kumapu tahu.

Aku sudah di “rumah” teman baik ku, yang menyambut dengan hangat. Dari keramahan itu justru aku ingin menangis. Bisakah waktu berhenti di saat seperti itu saja? Ya Allah, selama ini aku selalu mampu menemukan alasan untuk terus berpikir baik atas keadaan, tapi yang satu ini.. rasanya seperti ingin segera kembali ke Banda, bahkan sebelum aku melangkahkan kaki pergi darinya.

Tapi sejujurnya, semua ini tidak sesulit yang kubayangkan. Perjalanan lainnya lebih membuatku bahagia, karena aku bersama temanku yang lainnya.

Di halaman depan hotel Ayani itu, banyak orang menyambut ku turun. Koper itu dibawa Gharisa alfi anan, teman teman perempuan ku, yang ikut panik ketika kukatakan aku sudah ditunggu di bawah. Bahkan risa sempat menitikkan air mata ketika aku pamit. Ya Allah, sedalam itukah kasih sayangnya padaku? Kemana saja aku selama ini.

Lalu entah bagaimana ceritanya, barang barangku sudah masuk ke mobil saudara fachrul yang membawa kami ke tempat makan. Aku melakukannya setengah sadar. Menaikkan badan ke mobil seseorang yang entah siapa, melihat teman teman perempuan yang menangis tersedu sedu, melihat teman teman laki laki melambaikan tangan, bahkan hafid sempat mengingatkanku menaikkan ujung rok yg sepertinya aka terselip pintu mobil. Sisanya? Lupa. Satu hal yang sangat membekas adalah wajah abit diujung aku menutup pintu. Kukatakan padanya, bahwa aku sedih tidak jadi foto bertiga degan Fachrul. Abit hanya tersenyum, matanya menatap lurus, seakan akan tengah mengantar kepergianku. “Baik baik ci,” eh, kelu sekali seharusnya saat itu. Tapi lidahku masih terlalu kebas untuk menangis, perjalanan ini mash panjang!

“Nanti ke provinsi ya, pelatihan atay apa gitu”

“Iyaa, dua taun lagi lah palingan kesana pindah ya”

Brukk.. Pintu tertutup. Menyisakan aku yang tidak sekalipun menengok ke belakang. Menyisakan aku yang bingung diantara keluarga Sumut Fachrul. Rumit memang saat itu, antara bapak travel-Fachrul-abang Fachrul yang mengajak makan sebelum berangkat. Jadilah Fachrul yang menghubungi bapak travel melalui hpku berulang ulang.

Sampai sini, bagaimana rasanya?

Jelas, bahagia, seharusnya. Tapi saat itu aku gamang sekali. Apakah yang kulakukan ini benar? Bukan kah aku sendiri yang dengan sadar memesan tiket bus berdua ke kabkot? Lama perjalanan itu 9–12 jam, artinya selama itu pula aku aka bersama Fachrul.

Berdua? Eh kok aneh. Tidak pernah rasanya. Tetapi untuk perjalanan di luar provinsi dan baru, aku entah mengapa merasa percaya berjalan bersama temanku itu. Terlebih, sepertinya aku tidak terlalu dekat selama ini. Hal itu yang membuatku merasa perlu dekat, ini saatnya menjadi saudara yang saling menolong.

Kukatakan padanya bahwa aku sering mabuk. Dan perjalanan kita sangat menguji perut. Sangat tidak ingin merepotkan, aku berdoa agar tidur lelap. Di meja makan itu, dia tertawa mendapatiku meminum dua pil anti mabuk sekali waktu.

Mie aceh itu banyak sekali, ditengah keresahan tentang mabuk, aku tidak mungkin mampu menghabiskan satu piring. Ku bagi mie itu menjadi dua. Fachrul teryata melihatnya, lalu langsung saja kukatakan tanpa suara “bantuinn..”

Kukira dia tidak peduli, nyatanya dia mengambil seperempat mie diatas piringku. Aku tersenyum, dalam hati.

Suda kukatakan dalam hatiku, bahwa perjalanan dengan Fachrul ini sepertinya akan saling diam. Da benar, 3/4 jalan aku tidur nyenyak. Sepertinya beberapa kali aku tersadar, namun kembali terlelap hingga subuh menjelang.

Hingga akhirnya dia turun 3 jam sebelum aku turun. Dan saat itulah aku ingin menangis. Menyaksikan temanku akan berjuang untuk hidupnya..

Rasanya seperti melepas seseorang yang sudah ku izinkan masuk dan dekat. Kita memang tidak terlalu dekat, tapi tetap saja aku ingin menangis melihatnya.

Dan akhirnya, jalan tapak tuan itu membuatku terbangun seutuhnya. Terbangun dari tidurnya perasaan ku dalam selimut kebahagiaan, bangun untuk menyambut kenyataan.

--

--

Invisible Adventure
Invisible Adventure

Written by Invisible Adventure

0 Followers

read more, know more

No responses yet