Tuh Kan (2)

Invisible Adventure
2 min readApr 15, 2021

--

Aku masih berkutat dengan kalkulator di tangan kiriku dan pulpen di tangan kananku, ketika merasa perlu mengecek gawai yang bergetar. Suasana kelas itu sedang ramai. Kami duduk melingkar berkelompok, mengerjakan tugas hitungan tentang kependudukan sementara dosen duduk nyaman membaca bahan materinya di bangku depan. Dosen itu amat disegani, tetapi entahlah saat itu aku merasa ingin mengecek pesan yang masuk.

Dan saat itulah aku terhenyak. Tuh kan, ada sesuatu yang menungguku. Lagi-lagi rasanya seperti diuji sekaligus dijawab dengan telak, pesan itu tentang perubahan kelompok pendakian. Entah apa saat itu maksudnya, tetapi rasanya seperti memasuki lapisan yang lebih dekat lagi dengan seseorang. Dan dengan sadar aku menjalaninya.

Beberapa pekan sebelum pendakian, kelompok pecinta alam mengumumkan pembagian kelompok untuk seluruh peserta di kampusku. Sebagai panitia, aku perlu mematuhi perubahan posisi yang disusun tim acara untuk mengimbangi pembagian beban dalam satu kelompok. Aku yang awalnya kelompok sekian, menjadi kelompok sekian. Perubahan itu wajar, karena semakin mendekati waktu mendaki, semakin banyak yang perlu memantapkan hati dan satu dua orang mungkin mundur, jadilah memang ada perubahan. Namun aku tidak menyadari, bahwa perubahan itu menjadi ujian bagiku.

Saat itu aku sungguh dilema. Pendakian akhir 2018 membuatku ingin mengakhiri dunia pendakian saat itu juga. Tetapi momen pendakian umum ini bukan hanya tentang kesenangan dan kebahagiaan dalam mendaki, tetapi juga persiapan, belajar menanggung beban dan amanah sebagai panitia, ikut menjaga peserta, dan lain-lain. Akhirnya aku ikut, setelah memantapkan hati.

Dan betapa dilema lagi ketika perubahan kelompok itu membuatku bertemu dengan seseorang. Sudah kuduga ini akan menjadi ujian, ketika kutahu dia mendaftar.

Ah sudahlah, pesan singkat itu resmi membuyarkan angka-angka di kepalaku. Hingga aku tidak sadar sempat tercekat dan bersuara kaget, untung saja suasana sedang ramai hingga tidak banyak yang menyadarinya. Dengan segera kumasukkan gawai ke saku, meminta izin untuk ke kamar mandi dan lalu membuka satu persatu pesan dan membacanya dengan seksama. Namaku dan namanya dimasukkan dalam grup yang sama dengan alasan yang sama, menggantikan seseorang yang tidak jadi ikut.

Dan kisah dimulai.. kisah perjalanan penuh istighfar.

--

--

Invisible Adventure
Invisible Adventure

Written by Invisible Adventure

0 Followers

read more, know more

No responses yet